Sabtu, 26 Desember 2009

Cuplikan Kajian Epistemologi Islam

Bersama Ust. DR. Khalif Muammar, penggagas dan pembina PIMPIN

Cuplikan Kajian Worldview Islam I

Disampaikan oleh pembina PIMPIN, DR. Adian Husaini

Sambutan Prof. Wan Mohd. Nor Wan Daud

Studi Pemikiran Islam Baru Lahir Di Bandung


source:http://www.hidayatullah.com/berita/lokal/10216-studi-pemikiran-islam-baru-lahir-di-bandung.html

Peradaban Islam hanya akan bisa diwujudkan kembali jika worldview Islam benar-benar jelas dan memberi kesan yang mendalam ke segenap kehidupan manusia

Hidayatullah.com—Maraknya paham liberal justru memicu tumbuh suburnya lembaga pemikiran baru. Salah satuanya adalah Institusi Pemikiran Islam di Bandung bernama Institut Pemikiran Islam dan Pembangunan Insan (PIMPIN). Acara peresmiannya dilakukan 18 Desember lalu, bertepatan dengan menyambut tahun baru Hijriyah.

Lembaga pengkajian ini diresmikan oleh Prof. Wan Mohd Nor Wan Daud, Peneliti Utama Institut Alam dan Tamadun Melayu, Universiti Kebangsaan Malaysia (ATMA- UKM). Acara berlangsung di Hotel Puri Khatulistiwa Jatinangor Bandung.

PIMPIN digagas oleh beberapa cendikiawan Muslim Indonesia yang masih berdomisi di tanah air dan yang sedang melanjutkan studi di Malaysia. Menurut panitia penyelenggara, Mohamad Ishaq, lembaga pengkajian ini hadir untuk menghimpun para ilmuwan yang secara serius memikirkan solusi dan jawaban terhadap berbagai polemik, isu dan persoalan yang menghimpit umat Islam di Indonesia khususnya dan di seluruh dunia umumnya.

PIMPIN juga bermaksud untuk memberikan pencerahan dan penerangan dalam menyikapi berbagai tantangan yang dihadapi oleh umat Islam.

Meski baru diresmikan tahun ini, kegiatan lembaga ini sejatinya telah berlangsung lama. Misalnya melakukan seminar, workshop, diskusi, bedah buku, dan lain-lain. Harapannya, dengan dukungan dan kontribusi berbagai pihak, PIMPIN dapat berkembang dan menjadi motor penggerak kebangkitan gerakan intelektual khususnya di kota kelahirannya dan umumnya di nusantara.

Menurut Mohamad Ishaq, tantangan yang berusaha dijawab oleh PIMPIN ke depan diantaranya adalah bagaimana menghidupkan kembali warisan pemikiran Islam yang sangat berharga itu ke dalam kehidupan di masyarakat hari ini. Oleh karena itu ada dua hal penting yang perlu dilakukan.

Pertama adalah menggali, mempelajari, dan mewacanakan kembali warisan ulama terdahulu (salaf) yang sangat kaya dengan berbagai bidang ilmu. Sebagian pihak yang kurang mengerti mungkin akan menilai langkah ini sebagai mundur ke belakang, tetapi perlu dipahami bahwa perkembangan ilmu itu bertalian dengan apa yang telah dicapai oleh orang-orang terdahulu. Apabila pertalian ini diputus, maka semua bangunan itu harus dibangun ulang dari nol. Situasi seperti ini akan menyebabkan munculnya inferiority complex dalam diri para intelektual Muslim hari ini.

Pemikiran Islam tidak cukup hanya dikaji, tetapi juga harus dikembangkan agar bisa dipraktikkan di masa sekarang. Misalnya, mengenai gagasan Islamisasi ilmu. Gagasan Islamisasi ilmu merupakan gagasan yang sudah cukup lama berkembang di dunia Muslim termasuk di Indonesia, namun bagaimana cara mewujudkan Islamisasi itu belum benar-benar jelas. Sebagian umat Islam malah ada yang menganggap bahwa Islamisasi adalah wacana yang tidak masuk akal. Namun jika kita menengok kepada sejarah, Islamisasi ilmu merupakan hal yang pernah wujud dan berhasil dipraktikkan oleh umat Islam.

Kedua, menyedari pentingnya pemikiran Islam dalam membenahi kekeliruan dan kerusakan dalam berbagai bidang kehidupan umat hari ini maka perlu dilakukan terobosan agar pemikiran itu menjadi bagian integral dalam kehidupan masyarakat. Untuk bisa mencapai keadaan ini, pemikiran itu harus disebarluaskan. Manusia adalah kunci utama dari sebuah peradaban, sedangkan kunci utama manusia adalah apa yang ada dalam pikirannya. Peradaban Islam hanya akan bisa diwujudkan kembali jika pandangan alam (worldview) Islam benar-benar jelas dan memberi kesan yang mendalam dalam segenap bidang kehidupan manusia. Oleh karena PIMPIN berupaya agar worldview Islam dan epistemologi Islam dapat mewarnai sistem pendidikan, baik pendidikan formal maupun non formal. Dalam rangka meluruskan pemikiran ini jugalah beberapa karya besar akan diterjemahkan dan diterbitkan. [is/cha/www.hidayatullah.com]

Senin, 02 November 2009

KRITIK AL-ATTAS TERHADAP PANDANGAN ALAM (WORLDVIEW) BARAT

KRITIK AL-ATTAS TERHADAP PANDANGAN ALAM (WORLDVIEW) BARAT
Dr. Khalif Muammar A. Harris[1]

Syed Muhammad Naquib Al-Attas adalah seorang intelektual Muslim yang ulung pada abad ini karena telah berhasil membongkar kepincangan filsafat Barat dan menanggapinya secara kritis dan cerdas. Melalui karya-karyanya tentang metafisika Islam, beliau juga telah berhasil membawa pemikiran Islam ke tahap yang lebih tinggi. Salah satu sumbangan besar beliau dapat dilihat melalui sebuah karya yang bertajuk Islam and Secularism yang diterbitkan pada tahun 1978. Dalam buku ini beliau telah mengkaji dan membedah inti peradaban Barat dan pandangan alamnya, menunjukkan kepincangan-kepincangan yang ada padanya, kekeliruan dan bencana yang diakibatkannya, dan menyediakan bagi umat Islam solusi dalam menghadapi krisis keilmuan ini. Keagungan karya al-Attas diakui bukan saja oleh para pengikut dan muridnya tetapi oleh banyak cendekiawan Muslim dan beberapa pemikir Barat, seperti terlihat dalam Cranlana Programme,[2] dalam usaha mereka untuk memahami sumbangan pemikir-pemikir dunia dalam menciptakan masyarakat dan peradaban yang unggul.
Dunia hari ini dipenuhi dengan kekacauan (chaos) dalam hampir semua bidang kehidupan. Kekacauan dapat kita lihat dalam sistem ekonomi dunia hari ini yang telah menjamin kesejahteraan kelompok kecil manusia tetapi memberi kesengsaraan kepada mayoritas penduduk dunia; sistem politik kontemporer juga seringkali gagal melahirkan pemimpin-pemimpin yang amanah dan membela nasib rakyat kecil; universitas-universitas seringkali gagal melahirkan manusia-manusia yang beradab dan maju dalam arti kata yang sebenarnya; sains dan teknologi yang gagal menjadikan dunia lebih layak dihuni oleh manusia. Segala kekacauan yang timbul hari ini menurut al-Attas bermula dari krisis keilmuan yang datang dari Barat. Bagi al-Attas krisis keilmuan adalah tantangan terbesar yang dihadapi oleh umat manusia di zaman ini, karena bangunan ilmu (epistemic construct) ini yang akan menentukan bagaimana sistem politik, sistem ekonomi, sistem sosial dan institusi pendidikan dibangun. Korpus ilmu yang hari ini banyak diwarnai oleh peradaban Barat telah dirusakkan oleh paham-paham sekular dan liberal. Maka terjadilah kerusakan pada ilmu (the corruption of knowledge). Paham sekular-liberal ini memiliki framework pemikiran dan konsepsi yang keliru tentang ilmu, manusia, agama, wahyu, Tuhan dan kata kunci lainnya yang mendefinisikan pandangan alam sesuatu peradaban. Kekeliruan dalam epistemologi inilah yang menyebabkan Barat gagal mengenali hakikat sebenarnya akan realitas kehidupan dan meletakkan sesuatu pada tempatnya yang sepatutnya.
Sebelum dapat melihat kepincangan pandangan alam Barat, al-Attas terlebih dahulu mendalami filsafat dan pemikiran Barat seperti rasionalisme, empirisisme, positivisme dan pragmatisme. Beliau menyerang sikap Barat yang terlalu mengagungkan ilmu sains sebagai satu-satunya cabang ilmu yang dapat memberikan kepastian dan keyakinan tentang realitas.[3] Oleh karena itu menurut al-Attas Barat telah ”membatasi pandangan alam pada alam yang dialami oleh indera jasmani serta dibentuk oleh akal rasional ”.[4] Dengan menggunakan kaidah rasionalisme dan empirisisme, bagi mereka hakikat hanyalah alam empirik. Dari kajian yang mendalam terhadap worldview Barat ini al-Attas menyimpulkan bahawa ilmu itu tidak neutral. Karena baginya ilmu “bukan hanya suatu sifat yang dimiliki akal manusia, bukan juga hanya hasil perolahan sifat itu tanpa dipengaruhi oleh nilai-nilai yang mempertimbangkan kesahihan pendapatnya”.[5] Yang kita anggap ilmu tidak berdiri sendiri sebagai fakta dan informasi tanpa cara pandang dan worldview tertentu. Seseorang mestilah memiliki kerangka pemikiran dan worldview tertentu sebelum ia dapat mencerna fakta-fakta dan informasi tersebut. Pandangan al-Attas ini tidak diterima oleh beberapa cendekiawan Muslim sendiri, seperti Fazlur Rahman[6] dan Pervez Hoodboy[7], yang terpengaruh dengan worldview Barat dan mengatakan bahawa ilmu itu value-free (bebas nilai). Mereka melihat bahawa ilmu-ilmu yang dihasilkan oleh Barat tidak mengandung nilai-nilai yang bertentangan dengan pandangan alam Islam. Pandangan al-Attas bahawa ilmu itu sarat nilai (value laden) sejajar dengan banyak ilmuwan lain seperti Thomas S. Kuhn dalam bukunya The Structure of Scientific Revolution[8] dan Edward Said dalam bukunya Orientalism dan Culture and Imperialism.[9] Tinjauan lebih mendalam akan mendapati bahwa pandangan seperti ini hanya dimiliki oleh beberapa cendekiawan yang mandiri dan berani melihat peradaban Barat secara kritis.
Al-Attas meneliti secara mendalam sumber kekeliruan dalam pemikiran Barat. Beliau menjelaskan bahawa latar belakang filsafat Barat banyak mennggambarkan pandangan alam Barat. Beliau melihat bahwa pandangan alam Barat dimasuki berbagai unsur dari filsafat Yunani dan Romawi, ajaran-ajaran Yahudi dan Kristen, unsur-unsur kepercayaan orang Latin, German, Celtic dan Nordik telah menimbulkan kekeliruan dan bukan suatu paduan yang baik. Bahkan menurutnya Islam juga telah menyumbang ke arah kematangan pemikiran Barat melalui semangat rasionalisme dan saintifik. Namun campuran berbagai sumber tersebut, walaupun ada di antaranya yang baik, karena tidak diletakkan di tempatnya masing-masing telah menggiring peradaban Barat ke arah dualisme dan tragedi.[10] Al-Attas menolak tesis Harvey Cox bahwa sekularisasi mempunyai akarnya dalam Bible.[11] Beliau menegaskan bahawa akar sekularisasi bukan pada Bible tetapi pada pentafsiran Bible oleh manusia Barat.[12] Maka yang berlaku sebenarnya adalah bukan peng-kristenan masyarakat Barat tetapi pembaratan agama Kristen oleh masyarakat Barat.[13]
Kerusakan pada ilmu bermula dari dualisme. Menurut al-Attas dualisme menjadi karakter worldview dan sistem nilai peradaban Barat. Dualisme berlaku apabila dua perkara dilihat bertentangan, terpisah dan tidak dapat disatukan secara harmoni. Bibit-bibit pemisahan berlaku dalam agama Kristian apabila dipisahkan antara sacred (suci) dan profane (tidak suci). Kemudian dalam sekularisme berlaku pemisahan antara spirit (ruh) dan matter (benda).[14] Malah menurut al-Attas pandangan alam sekular telah menjadikan alam empiris (benda) ini qadim.[15] Seterusnya berlaku pemisahan antara wahyu (revelation) dan akal rasional (reason) dan antara tradisi dengan modernitas. Dari pemisahan ini maka manusia sekular yang telah mengagungkan ilmu sains dan membataskan hakikat pada alam empiris, akan cenderung memilih akal daripada wahyu, benda daripada ruh, dunia daripada akhirat, modernitas daripada tradisi. Maka dengan tepat al-Attas menyimpulkan bahawa peradaban Barat telah berpegang sepenuhnya kepada akal rasional manusia dalam menguraikan segala persoalan.[16] Dan ini menurut beliau adalah satu bentuk deification of human being (pendewaan manusia). Dan tentunya manusia yang diagungkan di sini adalah manusia sekular dan manusia sekular yang tulen semestinya adalah manusia Barat.[17] Proses ini mengukuhkan lagi tesis beliau bahwa telah berlaku westernisasi ilmu, maka untuk itu diperlukan dewesternisasi ilmu.
Dibandingkan epistemologi Islam yang menekankan keyakinan dan kepastian. Epistemologi Barat mengangkat keraguan (doubt, shakk) menjadi kaidah epistemologi yang melaluinya segala ilmu dan kebenaran diperoleh.[18] Oleh karenanya seringkali epistemologi seperti ini berakhir kepada kekeliruan dan skeptisisme. Tidak heranlah jika agnotisme, ateisme, utilitarianisme dan evolusionisme mulai bermunculan setelah rasionalisme Barat diperkenalkan oleh Descartes pada abad ke-17.[19] Akibat dari epistemologi yang keliru ini maka selalu terjadi perombakan dalam epistemologi Barat. Modernisme yang menegaskan objektivisme kini dirombak oleh postmodernisme yang mengagungkan relativisme dan subjektivisme. Bertrand Russell menegaskan pandangan filsafat Barat terhadap ilmu dengan mengatakan bahawa “All knowledge is more or less uncertain and more or less vague”.[20] Malah Russell berkesimpulan bahwa ilmu adalah produk keraguan.[21] Kerana keraguan menjadi asas pencarian ilmu ini maka manusia dalam filsafat Barat tidak akan dapat mencapai kepastian. Kerangka epistemologi yang sekular ini menyebabkan sesuatu yang dianggap ilmu dalam kerangka pemikiran Barat tidak semestinya ilmu dalam arti kata yang sebenarnya tetapi boleh dikatakan sebagai pseudo knowledge (ilmu yang palsu). Ketidakpastian ini berlaku disebabkan oleh peminggiran sumber ilmu yang utama, yaitu wahyu, dan karena itu manusia tidak lagi dapat mengetahui perkara-perkara yang pasti. Dan ketidakpastian menjadi satu realitas dalam ilmu Barat. Sebaliknya sesuatu yang dianggap pasti dan tetap kini menjadi tidak pasti dan berubah-rubah. Seharusnya relativisme dan subjektivisme juga dilihat sebagai sesuatu yang tidak pasti. Namun ternyata pomodernis mengecualikan relativisme dan subjektivisme daripada ketidakpastian yang menjadi ciri filsafat Barat.
Ketidakpastian ini juga yang menggiring pemikiran Barat kepada konsep tragedi. Tragedi adalah konsep ketidaksampaian (unattainment) dalam segala usaha manusia. Tragedi menjadi ciri peradaban Barat dan merupakan realitas yang mesti diterima dalam kehidupan manusia sehingga banyak film dan teater berakhir dengan tragedi dan kesudahan yang dramatik. Manusia dianggap makhluk yang malang. Malang kerana harus menanggung dosa warisan (original sin) dan harus bergantung dengan keupayaan sendiri, akal rasional, untuk mencapai kebenaran. Sedangkan pada hakikatnya ia adalah makhluk yang paling beruntung kerana diberikan karunia yang tidak terhingga oleh Allah SWT. Dan Allah telah memberikannya banyak fakultas termasuk akal yang berfungsi untuk mengenal Allah dan mengenali dirinya. Sikap negatif manusia sekular terhadap kehidupan ini kemudian diimbangi dengan sikap keterlaluan dalam mengapresiasi kehidupan duniawi. Manusia dihakimi hanya hidup sekali maka selama hidup ini manusia harus mencari kepuasan dan kesenangan sebanyak mungkin. Sedangkan dalam pandangan Islam kehidupan dunia ini adalah ujian, jembatan, dan tempat berbekal. Di dunia manusia terikat dengan hutang kewujudan (the debt of existence) dan bukan original sin. Setelah mati manusia akan dihidupkan. Ia akan bertanggungjawab atas apa yang dilakukan di dunia dan menjalani kehidupan abadi sesuai dengan takdirnya.
Masalah yang paling besar dalam ilmu kontemporer adalah sikap Barat terhadap agama yang dicirikan oleh ketidakpercayaan (disenchantment towards religion). Hal ini berkaitan erat dengan sikap sarjana Barat yang menganggap bahawa Tuhan dan agama hanyalah ilusi yang dihasilkan oleh manusia. Tuhan tentunya bukan sama sekali khayalan, mitos, yang berubah seiring perubahan zaman. Bagi al-Attas Tuhan adalah hakikat semata-mata.[22] Di sinilah berlakunya pertentangan antara pandangan alam sekular dengan pandangan alam yang berasaskan kepada tanzil (wahyu). Pertentangan ini bermuara pada perbedaan “agama dan filsafat, dan sains sekular ialah cara dan kaidah kita dalam memahami arti sumber dan kaidah ilmu”.[23] Akibat dari peminggiran agama dalam kehidupuan maka realitas keruhanian dan kebenaran pada zaman modern dicirikan dengan ketidakpastian. Hal ini berlaku seiring dengan kecenderungan masyarakat modern yang kehilangan minat terhadap agama (Kristen) dan bertumpu kepada ilmu-ilmu sains. Sikap terhadap agama inilah yang menyebabkan masyarakat Barat, menurut al-Attas, mendewakan manusia dan memanusiakan Tuhan (man is deified and Deity humanized).[24] Selanjutnya akibat daripada ketidakpercayaan ini maka segala konsepsi terhadap alam realitas menjadi sekular dan materialistik. Maka konsep pembangunan (development), kemajuan (progress) dan perubahan (change) akhirnya tidak terlepas dari kerangka sekular dan materialistik tersebut.
Semua kekeliruan dalam pandangan alam Barat dapat disimpulkan oleh al-Attas kepada lima perkara yang juga mendefinisikan peradaban Barat: pertama, kepercayaan mutlak pada akal (rasional) sebagai panduan dalam kehidupan; kedua, pandangan dualistik terhadap realitas dan kebenaran; ketiga, penerimaan aspek ke-disinikini-an sehingga memancarkan pandangan alam yang sekular; keempat, penerimaan doktrin humanisme; kelima, menjadikan drama dan tragedi sebagai kenyataan dan sangat berpengaruh kepada hakikat manusia dan kejadian:

Reliance upon the powers of human reason alone to guide man through life; adherence to the validity of the dualistic vision of reality and truth; affirmation of the reality of the evanescent-aspect of existence projecting a secular worldview; espousal of the doctrine of humanism; emulation of the allegedly universal reality of drama and tragedy in the spiritual, or transcendental, or inner life of man, making drama and tragedy real and dominant elements in human nature and existence—these elements altogether taken as a whole, are, in my opinion, what constitute the substance, the spirit, the character and personality of Western culture and civilization.[25]


Sekularisasi dan Desekularisasi

Sekularisasi, menurut Harvey Cox, adalah ”pembebasan manusia dari bimbingan agama dan metafisika, menukar tumpuan manusia dari alam akhirat ke alam dunia”.[26] Pembebasan ini katanya untuk kepentingan manusia, karena pemikir-pemikir Barat umumnya melihat bahwa agama adalah penghalang pada kemajuan manusia.
Sejak kemunculan sekularisme, bidang yang pertama mendapat akibatnya adalah bidang politik. Karena tujuan sekularisme juga adalah supaya agama dan gereja tidak campurtangan dalam urusan keduniaan. Oleh itu urusan keduniaan diserahkan sepenuhnya kepada penguasa politik. Sedangkan agama dibatasi pada ruanglingkup ritual dan spiritual.
Kesilapan besar yang dilakukan oleh sekularisme antara lain seperti disebutkan oleh Profesor Syed Muhammad Naquib al-Attas adalah pembebasan alam dari unsur-unsur keagamaan (disenchanment of nature), beliau mengatakan:

By the 'disenchanment of nature...[the Western philosopher-scientist] mean...the freeing of nature from its religious overtones; and this involves the dispelling of animistic spirits and gods and magic from the natural world, separating it from God and distinguishing man from it, so that man may no longer regard nature as a divine entity, which thus allows him to act freely upon nature, to make use of it according to his needs and plans.[27]

Kritik al-Attas terhadap sekularisme cukup jelas. Beliau mengecam pemisahan antara materi dan spiritual yang akhirnya mengangkat manusia sebagai penguasa mutlak di alam ini:

”...effected a final dualism between matter and spirit in a way which left nature open to the scrutiny and service of secular science, and which set the stage for man being left only with the world on his hands.”[28]

Oleh itu, akar permasalahan politik kontemporer sebenarnya terletak pada kerancuan dalam pandangan alam (worldview) sekular. Pandangan alam sekular telah membuang segala yang bersifat transenden dan mengalihkan perhatian manusia kepada segala yang bersifat keduniaan dan kekinian. Dengan demikian ciri utama filsafat-filsafat Barat modern dan postmodern adalah immanentisme. Filsuf-filsuf Barat telah meminggirkan agama, petunjuk Tuhan dan nilai-nilai moral. Apa yang disebut sebagai tradisi ini telah digantikan dengan rasionalisme sekular, kemajuan material (material progress) dan kebebasan individu.
Setelah pemisahan agama dan negara dilakukan maka apa yang berlaku tiadanya panduan dan bimbingan terhadap peranan manusia dalam kehidupan. Kebenaran sesuatu ditentukan sepenuhnya oleh akal fikiran manusia yang subjektif. Empirisisme, positivisme dan saintisme dicipta untuk menjadi panduan dalam menentukan sepenuhnya benar salah, baik buruk sesuatu perkara. Akan tetapi keangkuhan modernisme Barat ini lalu digugat oleh postmodernisme yang lahir dari rahim modernisme sendiri. Maka apa yang terjadi sebenarnya setelah melepaskan diri dari agama, manusia sekular berada dalam putaran ganas relativisme dan nihilisme hasil ciptaan manusia sekular sendiri.
Mengenai kesesatan sekularisme, al-Attas mengatakan bahawa dengan membuang unsur-unsur transenden, sekularisme telah mendewakan manusia:

The reduction of man of his transcendent nature as spirit emphasizing his humanity and physical being, his secular knowledge and power and freedom, which led to his deification, and so to his reliance upon his own rational efforts of inquiry into his origins and final destiny, and upon his own knowledge thus acquired which he now sets up as the criterion for judging the truth or falsehood of his own assertions.”[29]

Dalam mengritik sekularisme, Prof. Wan Mohd Nor menekankan bahwa bukan kemajuan material dan pembangunan yang ditentang tetapi kecenderungan sekularisme menjadikan realitas dan kebenaran ditentukan sepenuhnya oleh akal rasional dan empiris dengan demikian telah menolak bimbingan agama yang benar:

”what we critical of is the removal of spiritual meanings from human consciousness and activities, and from nature; the reduction of all truth and reality to what is only empirically and rationally verifiable and unaided by valid religious guidance.”

Dalam hal ini Yusuf al-Qaradawi menegaskan: “pengikisan agama dari politik berarti mengikisnya nilai-nilai murni, penolakan terhadap kejahatan, membuang unsur-unsur kebaikan dan ketakwaan, dan membiarkan masyarakat dikawal oleh unsur-unsur kejahatan.”[30]

Pembebasan alam kejadian (nature) dari unsur-unsur keagamaan oleh sekularisme diikuti dengan desakralisasi politik (desacralization of politics) dengan memisahkan agama dari politik. Sekularisme melakukan desakralisasi politik dengan memutuskan kekuasaan dunia dari kekuasaan transenden. Hal ini dilakukan atas alasan bahwa pemerintahan agama akan menghalangi perubahan dan kemajuan. Yang menjadi pencetus kepada pemisahan ini adalah kesalahan gereja dalam menghakimi bahwa mereka berkata atas nama Tuhan. Sehingga apa saja yang diutarakan oleh gereja adalah dari Tuhan padahal ini adalah dakwaan palsu. Justru itu yang seharusnya diruntuhkan adalah dakwaan berkomunikasi dengan Tuhan dan bukan peranan agama secara keseluruhannya.
Pemikiran sekular telah memisahkan antara wahyu dengan akal, agama dengan sains. Sekularisme berasumsi bahawa dua perkara yang dilihat bertentangan ini tidak dapat bersatu, keduanya dilihat secara dikotomis. Dengan dualisme ini sekularisme telah menempatkan manusia dan Tuhan sebagai entitas yang berlawanan dan terpisah. Inilah yang dimaksudkan dengan desakralisasi politik. Maka sejak zaman Renaissance telah terjadi pemisahan antara negara dan agama. Yang menjadi masalah pada hari ini adalah tanpa bimbingan Tuhan, manusia mengatur alam kehidupan mengikut hawa nafsu dan kepentingan sesaat (pragmatisme). Maka dalam berpolitik kepentingan peribadi dan kepentingan masing-masing golongan akan menjadi keutamaan berbanding kepentingan bersama atau kepentingan rakyat. Baik dan buruk tidak lagi bersifat universal tetapi relatif dan subjektif bergantung sepenuhnya kepada keinginan manusia sekular. Maka manusia sekular, karena hanya mempertimbangkan hal-hal keduniaan yang bersifat sementara dan dekat di mata kasar, sebenarnya bersandarkan kepada pemikiran yang dangkal, yang tidak mencerminkan kebijaksanaan tetapi ’kebijaksinian’.
Semua premis yang dikemukakan di atas membawa al-Attas kepada kesimpulan bahawa dewesternisasi dan desekularisasi terhadap ilmu-ilmu kontemporer adalah satu kemestian. Atas dasar inilah al-Attas membangun gagasan Islamisasi ilmu yang seringkali dikaitkan dengan ide dewesternisasi dan desekularisasi. Al-Attas telah membuktikan bahawa dualisme yang menjadi ciri khas pandangan alam Barat menyebabkan kekeliruan dalam memahami realitas dan kebenaran. Ia berawal dari kegagalan memahami kedua perkara tersebut dengan tepat dan keliru dalam meletakkan kedua perkara tersebut pada tempat yang sewajarnya. Pendewaan terhadap akal rasional (rasionalisme dan empirisisme) terjadi seiring dengan peminggiran yang sistematik terhadap agama dan metafisika. Al-Attas juga membongkar kelemahan konsepsi Barat tentang banyak perkara yang dicirikan dengan kepincangan dan ketidaksempurnaan. Konsepsi Barat tentang manusia, ilmu, pembangunan, kebahagiaan, agama, Tuhan, dan lain-lain adalah mengelirukan dan merusak. Sehingga siapa saja yang menerimanya akan ikut mengalami bencana dan malapetaka yang besar, yang akan sedikit demi sedikit meruntuhkan peradaban manusia.

NB:
Diadaptasi dari bahasa Malaysia ke dalam bahasa Indonesia oleh Institut Pemikiran Islam dan Pembangunan Insan (PIMPIN). Kekeliruan penerjemahan sepenuhnya tanggung-jawab penerjemah (M. Ishaq)

Rujukan:
Al-Attas, Syed Muhammad Naquib. Islam and Secularism, diterbitkan oleh ABIM pertama kali pada 1978. Kuala Lumpur: ISTAC, 1993.
________. Prolegomena to the Metaphysics of Islam: an Exposition of the Fundamental Elements of the Worldview of Islam. Kuala Lumpur: ISTAC, 1995.
________. “The Worldview of Islam: An Outline” dalam Islam and The Challenge of Modernity: Historical and Contemporary Contexts, Sharifah Shifa al-Attas (ed.). Kuala Lumpur: ISTAC, 1996.
________. The Concept of Education in Islam: A Framework for an Islamic Philosophy of Education, Kuala Lumpur: ABIM, 1980.
________. Risalah untuk Kaum Muslimin, Kuala Lumpur: ISTAC, 2001.
________. Tinjauan Ringkas Peri Ilmu dan Pandangan Alam. Pulau Pinang: Penerbit Universiti Sains Malaysia, 2007.
Cox, Harvey. The Secular City. New York: Collier Book, 1965.
Kuhn, Thomas S. The Structure of Scientific Revolution. Chicago dan London: The University of Chicago Press, 1996.
Lyotard, Jean-Francois. The Postmodern Condition: A Report on Knowledge. Minneapolis: University of Minnesota Press, 1984.
Al-Qaradawi, Yusuf. al-Din wa al-Siyasah. Kaherah: Dar al-Shuruq, 2007.
Rahman, Fazlur. “Islamization of Knowledge: A Response” dalam The American Journal of Islamic Social Science (AJISS), vol.5, No. 1, 1988. Pp.3-11.
Russell, Russell. The Problems of Philosophy. Oxford: Oxford University Press, 1959.
Said, Edward. Orientalism. New York: Vintage Books, 1979.
Smart, Barry. Postmodernity: Key Ideas. London: Routledge, 1993.
Wan Mohd Nor Wan Daud, “An Islamic Philosophy of Education: From Conceptualization to Realization”. Kertas kerja yang dibentangkan pada persidangan: Islamic Education for Transformation, dianjurkan oleh Islamic Unity Convention di Capetown, Afrika Selatan pada 27 June 1997.
________. The Educational Philosophy and Practice of Syed Muhammad Naquib al-Attas: An Exposition of the Original Concept of Islamization. Kuala Lumpur: ISTAC, 1998.
________. Falsafah dan Amalan Pendidikan Islam Syed Muhammad Naquib Al-Attas: Satu Huraian Konsep Asli Islamisasi, Kuala Lumpur: Penerbit Universiti Malaya, 2005.
________. Masyarakat Islam Hadhari: Suatu Tinjauan Epistemologi dan Kependidikan ke Arah Penyatuan Pemikiran Bangsa. Kuala Lumpur: Dewan Bahasa dan Pustaka, 2006.
9

________________________________________
[1] Dr. Khalif Muammar merupakan felo Penyelidik di Institut Alam dan Tamadun Melayu (ATMA), UKM. Beliau boleh dihubungi melalui emel: ketamadunan@yahoo.com atau www.khairaummah.com.
[2] Lihat Jennifer M. Webb (ed.), Powerful Ideas: Perspectives on the Good Society (Melbourne: the Cranlana Programme, 2002). Buku ini menghimpunkan pemikiran dan sumbangan 45 ilmuwan dan pemikir besar sepanjang sejarah manusia bermula daripada Plato sehingga John Rawls. Maklumat ini diberikan oleh Prof. Wan Mohd Nor, penulis ingin merakamkan penghargaan kepada beliau atas banyak tunjuk ajar yang diberikan.
[3] S.M.N. al-Attas, Tinjauan Ringkas Peri Ilmu dan Pandangan Alam (Pulau Pinang: Penerbit USM, 2006), 9. Setelah ini diringkas sebagai Peri Ilmu dan Pandangan Alam.
[4] Ibid., 16.
[5] Ibid., 15. Lihat juga Wan Mohd Nor Wan Daud, The Educational Philosophy and Practice of Syed Muhammad Naquib al-Attas: An Exposition of the Original Concept of Islamization (Kuala Lumpur: ISTAC, 1998), 306.
[6] Fazlur Rahman, “Islamization of Knowledge: A Response” dalam The American Journal of Islamic Social Science (AJISS), vol.5, No. 1, 1988, pp. 3-11.
[7] Pervez Hoodboy, Islam and Science: Religious Orthodoxy and the Battle for Rationality (London: Zed Book, 1992). Daripada tulisan terkininya kita dapati beliau menerima sepenuhnya worldview Barat, seperti katanya: “Just as important, the practice of religion must be a matter of choice for the individual, not enforced by the state. This leaves secular humanism, based on common sense and the principles of logic and reason, as our only reasonable choice for governance and progress”. Lihat “Science and the Islamic world—The quest for rapprochement”, di http://ptonline.aip.org/journals/doc/PHTOAD-ft/vol_60/iss_8/49_1.shtml
[8] Thomas S. Kuhn, The Structure of Scientific Revolution (Chicago dan London: The University of Chicago Press, 1996), 4-5.
[9] Edward Said, Orientalism (New York: Vintage Books, 1979), 204.
[10] Al-Attas, Islam and Secularism, 134.
[11] Harvey Cox, The Secular City (New York: Collier Book, 1965), 15.
[12] “Secularization has its roots not in biblical faith, but in the interpretation of biblical faith by Western man”. Lihat Al-Attas, Islam and Secularism, 20.
[13] Ibid., 20, 22.
[14] Ibid., 33.
[15] Al-Attas, Peri Ilmu dan Pandangan Alam, 3. Qadim bermakna tidak bermula dan tidak berakhir.
[16] Al-Attas, Islam and Secularism, 137.
[17] Ibid., 25.
[18] Al-Attas, Peri Ilmu dan Pandangan Alam,5.
[19] Al-Attas, Islam and Secularism, 22.
[20] Encyclopedia Brittanica, The Theory of Knowledge.
[21] Bertrand Russell, The Problems of Philosophy (Oxford: Oxford University Press, 1959), 156.
[22] Al-Attas, Peri Ilmu dan Pandangan Alam, 2
[23] Ibid., 2.
[24] Al-Attas, Islam and Secularism, 136.
[25] Ibid.,137.
[26] Harvey Cox, The Secular City, 15.
[27] Al-Attas, Islam and Secularism, 18.
[28] Ibid., 33.
[29] Ibid., 38.
[30] Yusuf al-Qaradawi, al-Din wa al-Siyasah (Kaherah: Dar al-Shuruq, 2007), 82.

Daurah "Konsep Ilmu Dalam Islam"

Assalamu 'alaikum wr wb
Rekan-rekan rahimakumullah
Semula tanggal 15 November 2009 akan diselenggarakan daurah worldview. Namun karena Ust. Adian berhalangan dan menjanjikan akan mengisi pada tanggal 6 Desember. Daurah Worldviewnya kita undur tanggal 6 Desember.

Alhamdulillah kita beruntung karena Ust. Khalif Muammar bisa mengisi pada tanggal 15 NOvember, sehingga kita masih bisa memanfaatkan tanggal tersebut untuk kajian dengan tema "Konsep Ilmu Dalam Islam".

Jika tidak ada halangan beliau juga akan membawa serta Ust. Malki untuk membahas Islamisasi Ilmu.

Jadi jadwal kita pada tanggal 15 November adalah:

09-11.30 (2 sesi) Ust. Khalif Muammar : Epsitemologi Islam
13.00-14.30 (1 sesi) Ust. Malki: Islamisasi Ilmu/Sains
15.30-17.00 Musyawarah

Tempat di Taman Firdaus Geger Kalong*)


*)Jika ada perubahan tempat akan diinformasikan kemudia

Minggu, 05 Juli 2009

URAIAN SILABUS

URAIAN SILABUS

SURAT AL FATIHAH (PEMBUKAAN)

Bacaan Fashihah
Terjemahan Harfiyah
Uraian :

Pengenalan Surat Al Fatihah
Mengapa dinamakan Al Fatihah.
Nama-nama lain dari surat Al Fatihah dengan penjelasannya.
Hubungan kalimat “Bismillah” dengan tugas manusia sebagai khalifah

Ayat Pertama : Bismillahirrahmanirrahim
Bismillah niat, ucap dan perbuatan menentukan nilai ibadat (Hadits Rasulullah SAW)
Pemahaman Ar Rahman menurut Mufassirin.
Pemahaman Ar Rahim menurut Mufassirin.
Rahmaniyah Allah sebagai cobaan kepada ummat Manusia.
Rahimiyah Allah sebagai balasan kepada hambanya yang bersyukur.

Ayat kedua : Alhamdulillahi rabbil ‘alamin
Kalimat “Alhamdulillah” sebagai ungkapan kesyukuran atas segala nikmat Allah.
Betapa banyaknya nikmat Allah (Ibrahim : 34).
Segala jenis pujian merupakan hak Allah (Mufassirin).
Konsekwensi syukur (Ibrahim : 7).
Pengertian Rabbul ‘Alamin berdasarkan ayat-ayat lain (Al Baqarah : 21, Al Qasas : 68).
Alam semesta menurut penelitian ahli Sains.

Ayat ketiga : Ar Rahmanirrahim
Rahmaniyah Allah menurut ayat-ayat lain (Ar Rahman)
Hubungan Rahimiyah Allah dengan sifat Al Ghaffar, At Tawwab, Ar Ra’uf (An Nisa : 109, Al Baqarah : 37, At Taubat : 129).
Bersyukur kepada Allah karena sifat Rahman dan Rahim-Nya.

Ayat keempat : Maliki yaumiddin
Proses terjadinya manusia, diberi pedoman hidup dan mendapat balasan di akhirat (Al Insan 1-10).
Tiga golongan manusia di Akhirat (Al Waqi’ah : 1-57)
Gunakanlah segala pemberian Allah untuk bekalan akhirat, tetapi jangan abaikan nasib di Dunia (Al Qasas : 77).

Ayat kelima : Iyyaka na’budu waiyyaka nasta’in.
Pengertian Ibadah (ulasan) dan tantangan perjuangan melaksanakan suruhan Allah (Al Balad: 11-20).
Hubungan Allah dengan hamba sangat dekat, mengabdilah kepada Allah, berdoalah kepada Allah pasti Allah akan memberi pertolongan. (Al Baqarah 186).
Jangan hilang arah, kecewa,,putus asa, belot dan mempercayai khurafat.

Ayat keenam : Ihdinasshiratal Mustaqim.
Pengertian shiratol mustaqim menurut Mufassirin
Pemahaman shiratol mustaqim menurut ayat 51 surat Ali Imran.
Pemahaman shiratol mustaqim menurut ayat 153 surat Al An’am
Firqah adalah jalan menyimpang. Hadis Nabi tentang kewujudan firqah.

Ayat ketujuh
Model dalam shirotol ladzina an’amta menurut surat An Nisa 69.
Perwatakan Iblis sebagai model Al Maghbub (Surat Al Araf : 12-18).
Perwatakan Nabi Adam AS dengan isterinya yang telah sadar bahwa mengikut bujukan Iblis adalah satu kezaliman. (Al A’raf : 23).

Pengajaran Ayat:

Lakukanlah segala perbuatan dengan Bismillah, yaitu niat, ucapan, dan tindakan karena Allah.
Sudahilah segala perbuatan dengan Alhamdulillah, yaitu penuh rasa syukur dan harapan mendapat redha Allah.
Sadarilah bahwa kita hidup di Dunia dipenuhi dengan rahmaniyah (nikmat) Allah. Berharaplah dengan rahmat dan ampunan Allah.
Dunia, tempat ujian Akhirat - tempat kita yang kekal untuk mendapat balasan Allah SWT.
Beribadahlah kepada Allah, berjuanglah karena Allah dan mintalah pertolongan-Nya. Jangan lakukan kemusyrikan.
Mintalah petunjuk Allah agar tetap istiqamah berpijak dijalan-Nya.
Berlindunglah / waspadalah dari segala godaan Iblis dan konco-konconya yang senantiasa akan menjerumuskan kita ke neraka.

MANHAJ TURUN WAHYU

MANHAJ TURUN WAHYU

MUQADDIMAH
BISMILLAHIRRAHMANIRRAHIM
Segala puji bagi Allah yang telah mengutus Utusan-Nya (Nabi Muhammad SAW) dengan membawa petunjuk (Al Qur-an) dan din yang benar (Al Islam) untuk mengatasi segala din (pandangan hidup) walaupun orang-orang Musyrik membencinya. Aku bersaksi bawasanya tiada sembahan selain Allah dan aku bersaksi bahwasanya Nabi Muhammad adalah Utusan Allah. Salawat dan salam semoga dicurahkan kepada Nabi Muhammad SAW dan kepada para sahabatnya, ahli keluarganya dan ummat yang mengikutinya sehingga hari pembalasan.
Allah berfirman : "Dan ikutilah apa yang diwahyukan kepadamu dari tuhanmu, sesungguhnya Allah Maha Mengetahui atas perbuatanmu. Dan hendaklah bertawakkal kepada Allah dan cukuplah Allah menjadi pemimpinmu" ( Al Ahzab 2-3). Juga Allah berfirman : "Sesungguhnya pada diri Rasulullah itu terdapat teladan yang baik". (Al Ahzab 21)
Al Qur-an merupakan pedoman yang sempurna, bukan saja dari kandungannya tetapi juga dari tertib turunnya Wahyu. Maha Bijaksana Allah telah mengutus Rasul-Nya yang ummi dengan mempermudah tugasnya untuk menerima, menyampaikan, mengajarkan, dan melaksanakan wahyu dengan menurunkannya secara bertahap. Secara garis besar wahyu diturunkan di dua tempat dan dua keadaan, yaitu di Mekkah dan Madinah. Di Mekkah yang masih dipenuhi kemusyrikan dan kehidupan jahiliyah, ayat-ayat yang diturunkan berkenaan Aqidah dan Tauhid. Ayat-ayat yang berhubungan landasan tauhid seperti Al Alaq, An Nas, Al Falaq dan Al Ikhlas yang membongkar akar jangkar kemusyrikan jahiliyah itu. Madinah adalah tempat baru yang haus kepemimpinan Rasulullah setelah mereka yang menjadi penduduk utamanya menerima Islam. Ayat yang diturunkan dititikberatkan kepada hukum Syari’at
Seruan Rasulullah SAW pada mulanya dilakukan dengan sangat rahsia, mulai dari orang-orang terdekat, yaitu isterinya sendiri, kemudian sahabatnya Abu Bakar, saudaranya Ali Bin Abu Tholib dan hambanya Zaid. Abu Bakar banyak membantu dakwah Nabi dan berkorban harta seperti untuk memerdekakan Bilal Bin Rabah. Nabi mengumpulkan pengikutnya itu secara diam-diam di rumah Al Arqam. Pihak Quraisy mulai menyadari dakwah Nabi dan menghadapi dengan berhati-hati, karena masih menjaga kerukunan kaumnya. Pada tahap itu mereka mencoba membujuk Abu Tholib untuk menghalang Nabi SAW dari meneruskan dakwah tauhidnya. Nabi Muhammad SAW dengan tegas menolaknya dengan jawaban : "Sekiranya Matahari diletakkan di tangan kananku dan bulan di tangan kiriku agar aku menghentikan tugas Da’wah ini, aku tidak sekali-kali akan menghentikannya sehingga aku selesaikan tugasku atau aku mati”, selain itu disertai jawaban langsung dari Allah dengan diturunkannya surat Al Kafirun yang memberi ketegasan tiada kompromi dalam soal agama.
Allah SWT membimbing Rasul-Nya untuk melangkah setapak lagi dengan firman Nya (Asy Syu,ara 214).
Untuk pelaksanaan perintah itu Rasulullah mengumpulkan kaum kerabatnya dikaki bukit, dengan penuh hikmah beliau berkata “ Jika sekiranya aku mengatakan, bahwa disebalik bukit ini ada sepasukan musuh yang akan menyerang kita. Adakah kalian akan percaya ? “. Mereka menjawab serentak “ Tentu saja kami percaya wahai Al Amin”. Nabi Muhammad SAW melanjutkan ucapannya ”Sesungguhnya aku membawa berita yang lebih penting, Yaitu aku ini adalah utusan Allah”. Abu Lahab dengan spontan berteriak “ Celaka engkau Muhammad, untuk inikah engkau mengumpulkan kami ?”. Allah dengan segera menurunkan laknat kepada Abu Lahab, dengan diturunkannya surat Al Lahab”. Kewibawaan Abu Lahab dapat mempengaruhi kaum kerabat Nabi, sehingga hanya Ali Bin Abu Tholib saja yang baru berusia 7 tahun yang spontan .menjawab “ Ya, saya percaya”.
Allah SWT menyuruh Rasul-Nya melangkah lebih berani dengan firman-Nya (Al Hijr 94).
Rasulullah SAW memohon kepada Allah agar Islam dikuatkan dengan salah seorang diantara dua nama Umar. Dengan kemurahan, Allah secara dramatik Umar Bin Khattab mengucapkan dua kalimah syahadat didepan Rasulullah sendiri. Dengan demikian Rasulullah dibawah pengawalan Umar Bin Khattab itulah turun ke pasar Ukaz memberikan ceramah aqidah disamping para penyair yang mempamerkan kemahiran bersyairnya di depan khalayak ramai.
Pemimpin Quraisy makin keras dan ganas, sehingga Nabi sebagai manusia biasa merasa letih dan tertekan karena penghinaan dan penyiksaan dari pihak Quraisy terhadap dirinya dan para sahabatnya. Maka Allah SWT menurunkan Surat Ad Dhuha dan Al Insyirah, untuk menghibur dan memberi semangat baru. Disuruhnya Nabi berbesar hati tidak terperangkap dengan masalah sendiri tetapi menoleh nasib ummat disekeliling serta memandang jauh kedepan dalam memikul amanah kerasulan. Bahkan setelah Nabi melalui 'aamul huzni, yaitu Nabi ditinggalkan pamannya Abu Tholib yang selama ini melindunginya serta isterinya yang setia menjadi pendamping meninggal dunia dalam tahun yang sama merupakan satu lagi ujian Allah terhadap Rasul-Nya untuk lebih bertawakkal kepada Allah. Nabi SAW dinaikkan ke langit dalam peristiwa Isra-Mi'raj, diundang oleh Allah untuk menyaksikan keperkasaan Allah dan menerima syari’at solat lima waktu yang merupakan apel setianya hamba terhadap Al Khaliq. Nabi memerintahkan berhijrah kepada para sahabatnya ke Habsyi untuk membuka dunia baru, karena Mekah sudah dirasakan sangat sempit ruang untuk berdakwah.
Nabi juga berusaha mencari lahan baru ke Thoif yang disambut dengan lemparan batu. Tetapi semaian iman terhadap penduduk Yathrib yang digarapnya di Aqabah telah tumbuh subur dan bahkan dapat mempersatukan kaum Aus dengan Khajraj yang selama ini selalu terjadi peperangan Dan ketika nabi dikepung rumahnya untuk dibunuh, Allah mengizinkan Nabi SAW berhijrah.
Perjuangan Nabi seterusnya di Madinah didahului dengan membangun Masjid sebagai pusat kegiatan berjamaah, menyusun masyarakat Islam dengan mempersaudarakan Muhajirin dengan Anshor dan mengikat perjanjian dengan penduduk Yahudi Madinah, mempertahankan Madinah dari setiap ancaman luar dan berda’wah serta berjihad keluar Madinah. Wahyu yang diturunkan di Madinah mengisi tatanan pemerintahan yang Rasulullah SAW susun. Al Qur-an merangkumkan segala permasalahan yang dihadapi ummat Islam, masalah Aqidah, ibadat khusus, mu'amalat, munakahat, dan jinayat didalam berbagai surat Madaniah, sehingga Allah menutupnya dengan ayat: (Al Maidah 4).
Allah merekam kehidupan Muslimin di Madinah di dalam Al Qur-an surah Al Anfal ayat 72-74, yaitu wujudnya Muhajirin dan Anshor yang saling membantu dan bahkan wujudnya struktur kepemimpinan. Allah menegaskan bahwa kehidupan jamaah di Madinah itulah cara hidup mukminin yang sebenarnya Adapun orang-orang yang beriman tetapi enggan berhijrah tidak menjadi tanggungjawab jama’ah lagi (tidak dianggap ummat Nabi SAW lagi)
Al Qur-an sebagai mukjizat merupakan sebuah kitab yang unik, merangkumkan berbagai bidang keilmuan. di Madinah. Surat Al Baqarah yang banyak mengungkap peranan Al Kitab (wahyu) sebagai pedoman bagi para Muttaqin, dalam surat ini juga menyingkap sikap kaum Munafiqin dan kemusyrikan kaum Yahudi dan tindak-tanduknya. Surat Al Maidah berkenaan dengan makanan dan halal haram, tentang hukum jinayat dan menjadikan wahyu sebagai sumber hukum. Surat An Nisa berhubungan dengan Munakahat dan Faraid serta ketegasan sikap (furqan). Surat Al Bara-ah merupakan pernyataan Garis Pemisah (Demarkasi) dan konsekwensi untuk bersiap sedia menghadapi peperangan. Al Anfal berhubungan harta rampasan, perintah berhijrah dan berjihad serta hukum perang dan damai. Dan Al Fath tentang janji kemenangan Islam, keperluan kemenangan untuk para pejuang, dan hukuman terhadap Musyrikin dan Munafiqin.
Ungkapan sejarah masa lalu senantiasa dikaitkan dengan peranan para Rasul dalam mencorakkannya, adapun alam akhirat selalu dilukiskan sebagai konsekwensi sejarah kehidupan manusia.dan penekanan aqidah akan selalu menjadi sandaran semua kisah-kisah yang diceritakan Allah SWT. Inilah sekelumit contoh sistem Wahyu diturunkan. Hampir keseluruhan ayat-ayat Al Qur-an mempunyai latar belakang turunnya ayat (Asbaabun nuzul). Jadi kesimpulannya bahwa sunnah perjuangan Nabi adalah aplikasi wahyu yang turun secara berperingkat itu. Firman Allah :
“Yang diucapkannya (Nabi SAW) bukanlah dari hawa nafsunya, tetapi wahyu yang diturunkan kepadanya”( An Najm 3).
Penyebaran Islam di Nusantara telah menyimpang jauh dari Manhaj Nubuwwah. Sebelum kedatangan Islam ke Nusantara, agama yang dianut bangsa Indonesia adalah asimilasi Hindu-Budha yang tidak hanya meninggalkan candi-candi, tapi juga meninggalkan tebalnya kepercayaan khurafat amalan-amalan tradisi Hindu-Budha yang masih dihidupkan oleh masyarakat Islam sendiri dan setiap mercu-tanda zaman kegemilangan Hindu-Budha itu dipelihara oleh pemerintah bahkan oleh PBB/ UNESCO sebagai warisan budaya asli. Ini disebabkan cara penyebaran Islam yang lembut dan berasimilasi dengan kepercayaan Hindu Budha pada masa Wali Songo di pulau Jawa (semoga Allah merahmati mereka yang telah membawa Islam) dan suburnya Kejawen pada masa kerajaan Mataram. Lebih hebat di zaman penjajahan asing yang melakukan berbagai usaha untuk melemahkan Ummat Islam demi lestarinya penjajahan mereka dan mencegah kebangkitan Islam di seluruh dunia sehingga mengancam hegemoni barat.
Pengaruh agama dan penjajahan terhadap sistem pendidikan sangat kuat, kecenderungan ummat Islam untuk lebih menekankan upacara-upacara ritual dan fardu 'ain adalah merupakan gabungan pengaruh kepercayaan lama. Hindu-Budha sebagai agama ritual saja dan pengaruh penjajah Kristen yang menghendaki wujudnya sekularisasi dalam masyarakat Islam. Minda ummat Islam harus dibersihkan dari unsur-unsur luaran dengan jalan membenahi dan mengembalikan sistem pendidikan yang dilandasi wahyu yang telah diaplikasikan Rasulullah SAW. Selanjutnya mendorong lahirnya ilmuwan Islam dalam segala bidang menuju kembalinya kegemilangan Islam.
Untuk menjawab segala permasalahan diatas, kami memperkenalkan Manhaj Nubuwwah yang akan menjadi tajdid manhaj, yang akan mengembalikan sistem pendidikan dan pengajaran Islam kepada sistem pada Zaman Rasulullah SAW menuju generasi Islam yang sempurna (Kaffah) dan bersih dari pengaruh syirik dipretelinya Syari,ah. Juga menjadikan sistematika turun wahyu sebagai sistimatika pengajaran, sekaligus menjadikan kalimah–kalimah Allah dengan segala mukjizatnya akan terus menjadi makanan Qalbu yang tentunya mempunyai kesan yang jauh lebih mendalam dan lebih asli karena tidak mendahulukan kesimpulan dan pendapat manusia.
Biarlah Allah dan Rasul Nya mengajar kita tentang aqidah, akhlaq, sejarah dan segala hukum syari’ah menurut kurikulumnya yang telah terbukti dapat membina para sahabat Nabi SAW ketahap pemimpin dunia yang cemerlang dengan mewujudkan Khilafah dan meruntuhkan super power Romawi dan Parsi. Manhaj Nubuwwah cukup menjadi landasan tatanan khilafah yang merangkumi iman, taqwa, hukum, politik ekonomi dan kebudayaan. yang sesuai dengan peranan manusia dibumi ini.
Bukankah Sayidina Ali RA pernah mengatakan : "Tidak akan selesai urusan ummat ini, kecuali dengan perkara yang telah menyelesaikannya dahulu (yaitu Al Qur-an)".

Semoga mencapai tujuannya.

Bandung 1 Muharam 1430 H.

LANDASAN PEMIKIRAN

Sabda Rasulullah SAW: “Aku tinggalkan untuk kalian dua perkara, yang jika kalian berpegang teguh kepada keduanya kalian tidak akan sesat selama-lamanya” Berkata para sahabat: Apakah itu ya Rasulullah? Rasulullah menjawab: “Al Qur-an dan sunnahku”.


TAHAPAN OPERASIONAL PERJUANGAN RASULULLAH SAW
(Dalam kerangka aplikasi wahyu)

Periode Mekah awwal / Dakwah Sirr
Beruzlah di Gua Hira hingga turun wahyu.
Siti Khadijah membawa Nabi saw kepada Warakah Bin Naufal.
Berdakwah dengan orang-orang terdekat.
Peranan Abu Tholib melindungi peribadi Nabi dan perlunya mengucapkan syahadat
- Peranan isteri dan sahabat-sahabat terdekat Nabi di masa sirr
- Pengajian rahsia di rumah Arqam

Periode Mekah akhir/ Dakwah Jahr
Mengumpulkan kerabat Bani Hasyim
Islamnya Umar Bin Khatab
Dakwah Jahar dengan perlindungan Umar
Kekejaman kaum Quraisy
Hijrah ke Habsyi
Hijrah ke Madinah

Periode Madinah
- Membangun Masjid
- Mempersaudarakan Muhajirin dengan Anshor
- Perjanjian keamanan dengan penduduk Yahudi
- Piagam Madinah sebagai piagam kenegaraan
- Rasulullah sebagai panglima perang dan Negarawan
- Perang Badar Qubra dengan kekuatan 313 orang melawan hampir seribu orang musyrikin
- Perang Ahzab merupakan perang paling dahsyat
- Pengkhianatan kaum Yahudi

Periode Hudaibiyah
Nabi Saw bermimpi Haji
Jamaah Haji tertahan di Hudaibiyah dan Bai’atur Ridhwan
Perjanjian Hudaibiyah dan hikmahnya
Kisah Abu Jundul dan Abu Basyir
Surat-surat Rasulullah kepada pemimpin-pemimpin Romawi dan Parsi.

Fathul Makki
Abu Sufyan menemui Nabi untuk memperbaharui Perjanjian Hudaibiyah yang dikhianati Quraisy
Usaha diplomasi Al Abbas menundukkan Abu Sufyan
Tentara Muslimin mengadakan Show of Force
Penaklukan Mekah tanpa pertumpahan darah
Nabi membebaskan penduduk Mekah kecuali beberapa orang yang telah masuk black list Nabi
Nabi kembali ke Madinah.
Nabi meninggal dunia tanpa menunjuk pengganti pemerintahannya
Khalifah dipilih melalui Syura.


SASARAN / TARGET
Generasi yang mencintai, memahami dan menjadikan Al Qur-an sebagai pedoman hidup

TARGET PEMBELAJARAN : 6 bulan, 6 juz
Jam Pelajaran : 1 jam sehari
Pegangan Kitab Tafsir : Terjemah Harfiyah /Kalimah Tafsir Syamil
- Kitab Tafsir Ibnu Katsir

KAIDAH PEMBELAJARAN:
Bacaan Fasihah: Dengan perhatian kepada Mukharijul Khuruf dan Tajwid.
Terjemah Harfiah/Kalimah: Dengan perhatian kepada Nahwu dan Sharaf.
Uraian: Berlandaskan pada: - Balaghah
- Tafsir ayat bil ayat
- Ayat bi sunnah (Asbabun nuzul)
- Pendapat Mufassirin
- Kesimpulan Pelajaran / Pengajaran Ayat

SISTEM PENGAJARAN
Kursus dikendalikan sebagai praktek mengajar. Para peserta harus memahami kurikulum terlebih dahulu dan secara bergilir menerapkannya dalam jam pelajaran. Instruktur bersifat mentor untuk membimbing, menilai dan mengawasi perjalanan kursus

SILABUS
Bulan Pertama : Juz 30 dari 20 surat pilihan
Bulan Kedua : Juz 29 dari 200 ayat pilihan
Bulan Ketiga : Surat Al Anfal, Surat At Taubah
Bulan Keempat : Surat Al Baqarah, Al Ma’idah, An Nisa
Bulan Kelima : Al Mu’minun, Al Hujurat, Luqman
Bulan Keenam : Surat Al Fath, Surat Al Ahzab, Surat Rum

Institut Pemikiran ISLAM dan Pembangunan INSAN

Institut Pemikiran ISLAM dan Pembangunan INSAN (PIMPIN)
Institute of islamic thought and HUMAN development (IITHD)

LATAR BELAKANG

Umat Islam Indonesia kini berada di persimpangan: setelah lebih 60 tahun mengecapi kemerdekaan, bangsa ini masih dicengkam kemunduran dan kebobrokan dalam hampir semua aspek kehidupan. Akankah dekade-dekade yang mendatang menyaksikan bangsa ini terus dihimpit kerusakan dan kebobrokan? Jelas bahawa kerusakan yang tidak terhingga ini mencerminkan betapa serius dan kompleksnya masalah yang dihadapi. Rata-rata para cendekiawan yang prihatin sepakat bahwa bangsa Indonesia harus diselamatkan, sebelum ia jatuh menjadi bangsa dan negara yang gagal. Melalui bimbingan Qur’ani, Kami menyadari bahwa menyelamatkan dan membangun kembali bangsa ini perlu bermula dengan gerakan pencerahan dan keilmuan yang intensif dan dipelopori oleh golongan ilmuwan otoritatif untuk memberikan kesadaran di mana dan bagaimana perbaikan (islah) hakiki dan komprehensif dalam tubuh umat dapat dilakukan. Melihat kepada sejarah peradaban besar dunia, Yunani, Islam dan Barat, gerakan pencerahan dan keilmuan yang intensif inilah yang mampu menjadi wahana perubahan dan kebangkitan (nahdah) atau ranaissans umat Islam di zaman ini.

PIMPIN adalah satu wadah yang berusaha menghimpunkan para ilmuwan untuk mengemban misi nabawi yaitu misi tahriri-tanwiri-islahi (pembebasan, pencerahan dan perbaikan). PIMPIN berhasrat menggabungkan kekuatan para ilmuwan, dari berbagai bidang kepakaran, yang memiliki kerangka pemikiran dan worldview Islam yang jelas dan kukuh untuk menyumbang dan mencorakkan pembinaan negara dan bangsa yang mandiri dan unggul. Oleh itu, wacana yang ingin dikembangkan oleh PIMPIN walaupun bertitik tolak dari hal yang bersifat teoritis tetapi akan dikaitkan secara langsung dengan isu-isu pembangunan dan pemberdayaan umat Islam, di Indonesia khususnya dan di seluruh dunia umumnya.

PIMPIN terbuka kepada semua kalangan yang berkongsi misi dan visi dengan Institut ini. Misi PIMPIN adalah: menjadi agen pencerdasan masyarakat melalui penyebaran ilmu dan pencerahan. Adapun visinya adalah: Pemerkasaan dan pemberdayaan ummah untuk merealisasikan renaissans Islam.

2. TUJUAN
Tujuan PIMPIN didirikan adalah untuk:
Menghimpunkan ilmuwan yang serius memikirkan solusi dan jawaban terhadap berbagai polemik, isu dan persoalan yang menghimpit umat Islam di Indonesia khususnya dan di seluruh dunia umumnya.
Memberikan pencerahan dan penerangan terhadap berbagai tantangan yang dihadapi oleh umat Islam.
Menanggapi secara kritis, ilmiah dan perbandingan kekeliruan dan salah paham terhadap Islam dan peranannya dalam kehidupan manusia.
Melahirkan barisan ilmuwan dan pemikir muda.
Menjadi wahana kebangkitan umat Islam Indonesia.

3. Aktivitas/ Program
Di antara aktivitas yang akan dikendalikan oleh PIMPIN adalah:
Menyelenggarakan seminar, workshop/bengkel, kursus, bedah buku, latihan dsb untuk warga pendidik dan mahasiswa.
Menerbitkan makalah, jurnal, buku, buletin dan majalah.
Menganjurkan diskusi bulanan dengan mahasiswa dan masyarakat setempat.
Membuat kerjasama dengan majalah/koran lokal.
Membuat situs web (Insititut Pemikiran Islam dan Pembangunan Insan)

Sumber Keuangan
Untuk melancarkan kegiatan PIMPIN sebuah yayasan didirikan, Yayasan Bina Umat, untuk menerima dan mengurus sumbangan dan wakaf para muhsinin. Dana operasi akan diwujudkan daripada perusahaan yang berbasis penerbitan buku dan toko. Di samping itu setiap ahli dihimbau memberi infaq perbulan.

Perancangan Penerbitan (2009-2010).
Menerbitkan buku: Islam dalam Sejarah dan Kebudayaan Melayu, Atas Nama Kebenaran; Masa Depan Islam; Budaya Ilmu; Pembangunan di Malaysia; Perubahan Sosial (al-Taghayyur al-Ijtima’i).
Menterjemahkan buku: Islam and Secularism, al-Taghayyur al-Ijtima’i dll.

Perasmian PIMPIN
Pelancaran PIMPIN direncanakan akan dilakukan pada 18 Desember 2009/ 1 Muharram 1431.